buah hatiku...masa depanku...inspirasiku...dan kebanggaanku...

buah hatiku...masa depanku...inspirasiku...dan kebanggaanku...
my three of angel's

POTRET PENDIDIKAN (yang masih buram)



Dunia pendidikan di Indonesia beberapa  tahun terakhir belum menampakkan kemajuan yang berarti. Ada begitu banyak informasi yang kita baca maupun lihat di berbagai media massa tentang prestasi-prestasi luar biasa dari anak bangsa dalam berbagai ajang pendidikan nasional dan internasional ternyata belum mampu mengimbangi jumlah anak usia sekolah yang belum juga bisa duduk di bangku sekolah. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, jumlah siswa lulusan UAN yang terus menurun. Fasilitas pendukung yang belum mampu menopang kurikulum sekolah yang diberikan, biaya belajar yang seharusnya “gratis” namun tetap saja belum terjangkau. Padahal anggaran pendidikan yang dialokasika oleh pemerintah setiap tahun untuk menutupi semua biaya pendidikan juga tidak pernah “cukup”. Yang sangat “tragis” adalah Anak-anak putus sekolah yang jumlahnya terus meningkat. Persoalan apa sebenarnya yang menggerogoti dunia pendidikan kita? Bukabkah solusi demi solusi telah diberikan dan laksanakan hingga melahirkan berbagai macam program-program untuk mendongkrak naiknya angka usia sekolah dan kualitas pendidikan.
Dukungan terhadap tenaga-tenaga pengajar telah diupayakan hingga melahirkan berbagai penghargaan . mulai dari kenaikan gaji guru, tunjangan guru untuk daerah pedalaman, sampai pada pemberian sertifikasi bagi guru. Semua diharapkan akan menjadikan profesi guru bukan lagi seperti yang digambarkan seperti “si umar bakri” yang berpenghasilan pas-pasan. Namun, semuanya belum juga bisa mencerahkan buramnya potret pendidikan bangsa kita hingga saat ini.
Bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang kaya, kaya SDM dan SDA. Kekayaan inilah yang seharusnya menjadi modal untuk membebaskan bangsa kita dari kondisi “kritis” saat ini. Kolaborasi kedua kekayaan ini sudah lebih dari cukup untuk menjadikan bangsa kita tidak hanya sebagai bangsa yang berkembang sepanjang zaman. Kita memiliki manusia-manusia yang luar biasa yang bisa dijadikan aset dalam mengelola alam yang demikian luas dan berpotensi. Dan ironisnya, kita semua menyadari hal tersebut, namun kenyataannya kita tidak bisa berbuat banyak. Tenaga kita telah terkuras habis oleh persoalan-persoalan pelik yang hanya menghabiskan energi dan kecerdasan kita untuk memikirkan masa depan yang lebih baik. Kita terlalu terlalu terlena oleh sajian “pendidikan politik” yang seharunsya bukan menjadi beban masyarakat.
Jika bisa berandai-andai, saat ini masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang paling beruntung. Beruntungnya kita sebagai warga negara karena kita memiliki sebuah sistem pemerintahan yang “super canggih” dalam menjalankan pemerintahan. Sistem kita sangat demokratis, yang menempatkan masyarakat diatas kepentingan siapapun. Kita memiliki perangkat legislatif yang kualified dalam parlemen. Mereka adalah orang-orang hebat yang terpilih untuk mewakili aspirasi sekian juta penduduk Indonesia. Perangkat hukum kita sangat tertata. Bahkan kita memiliki sekian ribu personil dengan sistem pengamanan yang luar biasa. Andai semua bisa menjalankan fungsi nya dengan “baik dan benar”, maka kitalah warga atau manusia yang paling beruntung bisa lahir di tanah Indonesia.
Tanpa bermaksud menghentikan hayalan kita, marilah kita melihat kenyataan yang ada disekitarnya. Ada berapa anak-anak usia sekolah yang belum dapat menikmati bangku sekolah dilingkungan anda? Ada berapa anak-anak putus sekolah karena tidak mampu lagi melanjutkan karena persoalan biaya disekiar anda? Ada berapa anak-anak cerdas yang memiliki prestasi luar biasa namun tidak mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di sekitar anda?
Sebuah gambaran nyata, dalam 2 tahun terkahir saya telah 6 kali mengganti pengasuh anak. Dari 8 orang pengasuh anak yang pernah saya pekerjakan semuanya adalah remaja putus sekolah (rata-rata hinga SLTP). Usia mereka rata-rata 15-18 tahun. Mereka tidak melanjutkan sekolah karena orang tuanya tidak mampu membiayai untuk masuk SLTA. Bahkan, yang mengasuh anak saya sekarang hanya sempat duduk di kelas 2 SLTP. Dia terpaksa berhenti karena orang tuanya bercerai, karena dia ikut bersama ibunya yang tidak memiliki pekerjaan tetap, akhirnya memutuskan berhenti sekolah. Yang menjadi beban pikiran saya, saat ini dia memiliki seorang adik yang duduk di bangku kelas 5 SD. Akankan nasibnya adiknya sama dengan kakaknya, atau bahkan lebih buruk lagi tidak bisa melanjutkan ke SLTP. Dan yakinlah, masih banyak anak-anak lain yang memiliki nasib sama seperti mereka, bahkan lebih buruk lagi. Dan mereka ada di sekitar kita.
Terlalu naif untuk hanya memikirkan peningkatan kualitas dan mutu pendidikan sementara yang terpenting adalah bagaimana untuk bisa menyekolahkan puluhan ribu anak-anak Indonesia lain. bukannya hal ini tidak penting, namun mutu pendidikan seperti apa yang dipikirkan ditengah-tengah kemelut ketidakmampuan masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya? Tidakkah sebaiknya diupayakan untuk menyediakan sarana pendidikan yang “terjangkau” bagi mereka yang tidak mampu. Belum maksimalkah upaya pemerintah dalam megelola pendidikan untuk warganya? Ataukan memang kesadaran warganya lah tentang pentingnya pendidikan yang perlu ditingkatkan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar